Saturday, October 4, 2008

Humanisme dan Komputerisasi


Pada Mei 1997, dunia tersentak ketika Deeper Blue, komputer super canggih dengan kecepatan 300 juta kalkulasi per detik, mengalahkan Gary Kasparov, pecatur nomor satu dunia dalam pertandingan manusia versus mesin. Begitu lama catur telah dikenal sebagai olahraga bergengsi yang mengandalkan otak dan dengan melihat hasil yang demikian, pada saat itu juga, seakan-akan ditandakan bahwa keberadaan manusia tercampakkan. Otak manusia kalah oleh mesin komputer yang sebenarnya buatan manusia sendiri.

Peristiwa seperti di atas tidak akan menjadi suatu kejutan bila kita menyadari keberadaan teknologi dewasa ini. Dunia manusia sudah semakin ruwet dengan jaringan teknologi. Mesin-mesin yang digerakkan komputer bukan lagi suatu hal yang aneh. Perangkat ISAAC (Software yang mengendalikan mesin-mesin pengganti pekerjaan-pekerjaan fisik di dalam kantor, misalnya mengawasi setiap orang masuk, melayani konsumsi bagi para pegawai kantor, mengatur temperatur ruangan, dsb.) yang ada di kantor-kantor besar seperti di Amerika mampu menggantikan tugas-tugas manusia, misalnya menjaga keamanan, menyiapkan makanan, dsb. Bukan tidak mungkin dalam kurun waktu yang tidak lama lagi akan banyak pekerjaan manusia akan digantikan oleh mesin. Pengetahuan manusia akan dimonopoli oleh komputer. Otak manusia akan kalah oleh jaringan neurosis komputer-komputer super canggih.
Selanjutnya, komunitas maya akan mudah terbentuk dan orang tidak perlu lagi pergi keluar rumah, tinggal pesan segala sesuatu yang kita butuhkan melalui jaringan dunia maya dan setelahnya diklik saja maka apa yang dibutuhkan segera datang. Dari semua fenomena ini begitu kentara bahwa teknologi itu berjalan dan berkembang bersamaan dengan kehidupan manusia. Seberapa jauhkah teknologi itu melampaui manusia itu yang kadang sulit diukur, karena ini akan berdampak lebih jauh pada segi humanisme manusia. Maka dari itu, akan muncul pertanyaan yang lebih detail lagi untuk mendalami permasalahan ini: Siapakah manusia saat ini di tengah-tengah dunia maya ini?
Mengenai teknologi sendiri, kita tidak perlu mempertanyakan lagi perkembangannya sejak awal, karena memang membicarakan teknologi sebenarnya bukanlah suatu yang asing lagi. Sejak zaman manusia purba pun teknologi sudah ada. Benda teknologis pertama adalah alat-alat batu yang digunakan untuk berburu. Pada waktu itu teknologi adalah perpanjangan diri dari manusia atau dengan kata lain hanyalah sebagai objek sekunder saja, sedangkan objek utamanya adalah dunia yang manusia hadapi.
Seiring dengan waktu yang terus bergulir, ilmu pengetahuan semakin berkembang. Puncaknya terjadi pada abad ke-17 di mana di Eropa Barat terjadi percepatan (revolusi) ilmu pengetahuan. Para pemikir mendorong terjadi percepatan itu yakni melalui cara pendekatan yang sama sekali baru mengenai masalah-masalah manusia, yaitu rasionalisme-empirisme. Francis Bacon menganjurkan agar setiap pengetahuan manusia menggarisbawahi manfaatnya guna meringankan beban kehidupan. Ide ini akhirnya melahirkan eksperimen-eksperimen ilmiah, yang hasilnya diterapkan dalam teknologi. Descartes juga menganjurkan metode eksperimen, yaitu pengamatan yang eksak dan objektif terhadap tingkah laku benda. Ini berarti diadakan pengukuran secara matematis. Paham baru ini merupakan sentakan terhadap alam pemikiran abad pertengahan yang masih tradisional. Berkembanglah secara pesat ilmu pengetahuan alam, ilmu pesawat dan ilmu pasti.
Sekitar tahun 1970 mulai berkembanglah teknologi komputer. Perkembangannya begitu pesat. Dunia menjadi terkomputerisasi. Mengapa ini bisa terjadi? Ternyata evolusi komputer sangatlah cepat dibandingkan dengan evolusi alami yang dilewati manusia (selama ribuan tahun). Evolusi komputer tidak perlu memakan waktu ribuan tahun. Bahkan untuk menaklukkan Kasparov pada pertandingan ulang komputer Deep Blue tidak perlu menunggu ratusan tahun, karena program yang lama hanya membutuhkan 1 tahun untuk meningkatkan daya kerjanya.
Sebagai kerangka lanjut tulisan ini, penulis akan lebih menyoroti komputerisasi dalam pengaruhnya terhadap humanisme dengan berpijak pada pertanyaan siapakah manusia di tengah-tengah dunia maya (komputer) ini?

Artificial Intelligence
Satu hal yang baru dalam perkembangan komputer dewasa ini adalah hadirnya Artificial Intelligence. Artificial Intelligence adalah sebuah perangkat komputer yang bisa berpikir sendiri. Perangkat ini hampir serupa dengan cara kerja otak manusia. Di dalamnya terdapat jaringan neural, algoritma genetik, sistem dan logika yang canggih. Dengan perangkat yang demikian, cara kerja perangkat ini hampir sama dengan cara kerja otak manusia. Bila otak manusia sungguh-sungguh merupakan jaringan neuron beserta sel-selnya, neuron dalam perangkat ini adalah sejenis silikon. Menurut Bill Gates dalam bukunya The Road Ahead (1995), perangkat ini di masa yang akan datang dapat mengerti kebutuhan dan perasaan kita, seperti misalnya memilihkan dan menghidupkan musik yang sesuai dengan perasaan kita ketika memasuki rumah sepulang dari kantor.
Lebih lanjut dikatakan Gates bahwa dengan adanya perangkat ini, di masa yang akan datang tenaga manusia tidak dibutuhkan lagi. Manusia hanya berperan dalam dunia moral dan etika saja. Sedangkan bidang-bidang lain akan dikuasai oleh Genetika, Nanoteknologi, dan Robot (GNR).

Siapakah Kita di Dunia Maya ini?
Pesatnya teknologi terutama berkembanganya komputerisasi, membuat manusia mudah menjadi lupa akan keberadaannya. Segala pekerjaan diserahkan perlahan-lahan pada kecanggihan komputer. Lama-kelamaan manusia menjadi mabuk akan teknologi komputer, bahkan secara tidak sadar memuja-muja teknologi tersebut.
Contoh yang sangat real adalah bagaimana mengukur sebuah kemakmuran suatu negara. Untuk mengukur hal tersebut parameterya adalah seberapa besar perkembangan teknologinya. Suka atau tidak, kiprah dalam bidang sains dan teknologi sangat menentukan kebesaran dan kejayaan sebuah bangsa, lebih-lebih sekarang ini. Keterbelakangan sebuah bangsa juga bisa diukur dari tingkat kemajuan teknologinya. Dalam era teknologi sekarang ini, hampir tidak ada negara yang terlepas dari pengaruh teknologi. Totalisasi teknologi sulit dibendung. Seluruh negara di dunia menggunakan teknologi tinggi, mulai teknologi penerbangan sampai reaktor nuklir. Hubungan manusia dengan teknologi tidak lagi menjadi netral. Posisinya malah berlaku sebaliknya. Teknologi justru berangsur-angsur menjadi subjek, sedangkan manusia menjadi objeknya. Teknologi memperbudak manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Neil Postman dalam bukunya Technopoly, setiap teknologi selalu memiliki ideologi yang menyertainya. Cara pandang, berpikir dan cara kerja pengguna akan secara perlahan dipengaruhi oleh teknologi ini. Sekali teknologi tersebut digunakan secara luas di masyarakat, maka akan bekerja sesuai dengan dasar desainnya dan akan bekerja sesuai dengan agenda sosialnya sendiri. Di sinilah manusia justru didikte oleh teknologi.
Selain bencana yang mengancam itu, teknologi yang dipengaruhi komputer dan terutama mewujud dalam sistem roboter mulai dipertanyakan. Hubungan antar manusia dan teknologi komputer serta robot akan berkembang mengalami dunianya. Menurut arsitek dan ahli fisika Stefan Themerson dunia manusia akan membentuk dunia mesin ultrainteligen. Program komputer kelak mampu belajar, mengubah diri, menyesuaikan diri dengan keadaan yang berganti-ganti.
Tidak perlu menunggu kelak, sekarang sudah ada chips yang bisa menggantikan anggota tubuh yang hilang. Semisal ada orang yang kecelakaan dan kehilangan kaki kanannya. Dia bisa mengganti kaki kanannya dengan kaki palsu sekaligus terdapat chips ini. Kaki yang baru ini akan bekerja seperti kaki yang lama dan chips ini bisa beradaptasi dengan kehendak pemakainya.
Dalam era teknologi juga dikenal istilah manusia bionik. Manusia bionik tentu saja memiliki artificial intelligence. Manusia jenis ini adalah robot yang seluruh bagian tubuhnya terdiri dari chips-chips dan berfungsi seperti anggota tubuh pada manusia biasa. Bahkan dari sudut penampilan, manusia ini hampir tidak ada bedanya dengan manusia biasa.
Bila akhirnya manusia bionik ini dikembangkan, akan muncul pertanyaan apa itu kematian? Pertanyaan ini muncul karena manusia bionik tidak mengenal kematian. Bahkan, manusia bionik ketika dibentuk dengan postur anak-anak, selamanya akan tetap anak-anak dan tidak akan berubah.
Akhirnya siapakah kita di dunia maya ini kalau komputerisasi bisa menjadi seperti manusia. Apakah dengan begitu saja disamakan antara manusia dan komputer. Bagaimana mungkin manusia disamakan dengan mesin, padahal kalau mau disimak lebih jauh, sekalipun komputer bisa menyimpan banyak memori, benda itu hanya memiliki kemampuan menjawab ya atau tidak saja. Sedangkan manusia memiliki ratusan jalan untuk akhirnya bisa mengatakan ya atau tidak. Dengan demikian sebenarnya komputer memutuskan dan menentukan hanya sesuai dengan input-input dan kriteria-kriteria.
Laureate Gerald Edelman, seorang pemenang hadiah Nobel menyatakan bahwa otak manusia tidak sama seperti komputer. Otak manusia terdiri dari jutaan jaringan neurosis yang sangat berbeda dengan komputer. Pada pertandingan catur antara manusia versus mesin, di dalam Deeper Blue ditemukan batas hitam. Sesuai dengan algoritma, komputer ini bisa mengkalkulasi 6 sampai 8 langkah ke depan. Masalahnya adalah komputer ini menggerakkan buah catur hanya berfokus pada 6 sampai 8 gerakan ke depan tersebut, dan sulit untuk mengubah keputusan dalam waktu yang singkat. Tapi kita manusia bisa memainkan catur dengan penuh strategi bahkan bisa merasakan bahaya sebelum bahaya tersebut terjadi. Dalam pertarungan itu, tidak ada banyak orang yang tahu bahwa sebenarnya Deeper Blue mengalami 3 kali kerusakan.
Lebih jauh lagi, sebenarnya, permasalahan humanisme ini terletak pada manusianya sendiri. Kira-kira 60 % penduduk dunia mengalami sakit mental. Sakit mental yang dimaksud adalah penyakit malas. Berhadapan dengan teknologi komputerisasi yang begitu cepat berkembang, penyakit malas ini menempatkan manusia sebagai objek dari teknologi tersebut.

Mengambil Sikap atas Komputerisasi
Setelah melihat posisi kita di dunia maya tersebut, kita mempunyai tugas untuk mempersiapkan generasi kita selanjutnya agar berani menghadapi dunia yang semakin dipenuhi teknologi canggih. Faktor terpenting dalam persiapan ini adalah pendidikan mengenai teknologi yang diadakan di sekolah. Saat ini, teknologi lebih esensial dibandingkan biologi, kimia dan fisika.
Menurut pendapat pada umumnya, teknologi mempunyai fungsi instrumental. Teknologi dipandang sebagai sarana yang digunakan manusia. Tetapi menurut Heidegger, kita berada dalam suatu situasi yang mengherankan, karena apa yang dirancang manusia sebagai sarana untuk menguasai dunia, menjadi sukar untuk dikuasai sendiri, malahan tidak dapat dikuasai. Anehnya, apa yang diciptakan manusia untuk menguasai dunia, sekarang menguasai manusia. Dalam pemikiran ini, Heidegger tidak bersikap negatif terhadap teknologi. Ia tidak menolak apalagi mengutuk teknologi modern. Ia tidak anti pun juga tidak pro. Ia mencoba mengerti keadaan di mana manusia berada. Namun ia melihat suatu bahaya bahwa manusia akan kehilangan hakekatnya, sebab hakekat manusia adalah keterarahannya pada ketidaktersembunyian.
Inilah yang dapat diterapkan dalam pendidikan bagi generasi kita. Dalam studi tentang teknologi, kita mesti menyadari hakekat kita, yakni keterarahan kita pada realitas kita. Kita merancang teknologi bukan dengan maksud teknologi memperbudak kita dan membuat malas diri kita tetapi teknologi dibuat untuk membantu kita.
Herbert Marcuse dalam One-Dimensional Man berpendapat bahwa manusia adalah mahluk yang menurut kodratnya mendambakan kebahagiaan. Dalam era teknologi ini, pemenuhan kebutuhan kebahagiaan itu terpenuhi oleh adanya mesin-mesin teknologi. Mesin-mesin ini adalah instrumentalisasi yang merupakan suatu istilah kunci. Mula-mula teknologi ini hanya dipraktekkan dalam hubungan dengan alam saja, tetapi lama kelamaan diterapkan juga pada manusia dan seluruh lapangan sosial. Bukan saja benda-benda dan alam diperalat serta dimanipulasikan, tetapi hal yang sama berlangsung juga di seluruh wilayah politik, sosial dan kultural.
Perlu ditekankan bahwa dalam pandangan Marcuse dewasa ini, sistem totaliter bukan berasal dari sesama manusia seperti pada zaman perbudakan. Sistem totaliter justru berasal dari teknologi. Dengan kata lain teknologi sama sekali bukan merupakan sesuatu yang netral, bukan merupakan suatu wilayah yang bebas nilai. Sejauh teknologi memungkinkan kemajuan di bidang sosial-ekonomis, memenuhi kebutuhan manusia, menyenangkan, meringankan dan mengurangi pekerjaan, maka sejauh itu pulalah sikap kritis manusia menciut.
Dalam menyikapi penyakit-penyakit yang dialami manusia seperti di atas dalam menghadapi teknologi pertama-tama Marcuse tidak bermaksud membuang ilmu pengetahuan, teknologi dan industri modern sebagai sesuatu yang merugikan atau tidak berguna. Ia tidak mau kembali pada keadaan zaman pra-teknologi. Basis teknologi tetap perlu bagi masyarakat yang akan datang. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak harus dibuang, tetapi harus diubah secara kualitatif, sehingga dapat timbul juga suatu masyarakat yang kualitatif.
Maka dari itu pembelajaran yang diterapkan pada generasi yang akan datang ditambahkan oleh Marcuse dalam kaitannya dengan masyarakat. Kita tahu sejauh mana dampak negatif teknologi terhadap masyarakat kita, di mana kita menjadi tidak perhatian lagi dengan sesama kita. Kompetisi yang ditimbulkan oleh teknolgi membuat dunia hanya sebatas diri kita saja. Dengan mengubah teknologi menjadi kualitatif mengajak kita untuk memperhatikan kualitas masyarakat kita. Dunia kita ini milik kita bersama bukan milik orang per orangan, maka perlu kita jaga bersama.

Kata Akhir
Sebagai kata akhir untuk menjawab siapakah kita dalam dunia maya dari sudut pandang kita harus mulai dengan menentukan kegiatan-kegiatan manusia dan menggarisbawahi bagaimana kegiatan-kegiatan itu bersifat khas manusia sehingga tidak bisa direduksikan kepada kemampuan-kemampuan mesin.
Ciri khas manusia adalah asimilasi. Manusia berkembang dan mengembangkan diri dengan mengubah apa yang dimakan dan dicerna menjadi substansinya sendiri. Mesin pada saat tertentu konstruksinya juga dapat memperlengkapi dirinya, namun hal ini tidak dilakukan melalui asimilasi materi. Bagian-bagian yang melengkapinya, seperti juga bagian-bagian yang sudah dipakai untuk menyusunnya tetap berada di luar dan asing satu sama lain. Bagian-bagian itu tidak diubah menjadi satu substansi yang unik, tidak pula diasimilasikan lewat subjek, karena mesin bukan substansi dan bukan pula subjek. Mesin bukan suatu “ada” yang berkembang dari dalam, tetapi suatu yang melengkapi dirinya dari luar; bukan suatu keseluruhan natural, melainkan suatu kesuluruhan artifisial.
Selain membentuk dan mengembangkan dirinya, manusia juga dapat memperbaiki dan memulihkan luka-lukanya. Dan dia mengerjakan itu dari substansinya sendiri, dari dalamnya sendiri, dari apa yang dibuat oleh organismenya sendiri. Sebaliknya, tidaklah demikian dengan mesin, karena mesin mengganti bagian-bagian yang rusak dengan bagian-bagian yang sama, yang diambilnya dari luar. Sebab mesin tidak mempunyai interioritas, meskipun dia memiliki sesuatu yang bisa dikatakan “bagian dalam”.
Manusia mempunyai suatu kemampuan lagi yang luar biasa, yaitu: mereproduksikan dan melipatgandakan dirinya, membuat dalam dirinya bibit atau tunas yang akan menjadi suatu mahluk hidup baru, suatu mahluk yang akan menjadi gambarannya, dan menjadi penerus spesiesnya. Sebuah mesin juga dapat menyusun mesin-mesin lain menurut model yang dipergunakan untuk menyusun dirinya sendiri, tetapi dia tidak membuat mereka dari substansinya sendiri. Orang tidak akan mengatakan bahwa mesin-mesin baru itu merupakan keturunan dari mesin lama, atau lahir dari “ada”-nya mesin yang pertama. Mesin tidak mempunyai “ada” yang khas, jadi tidak akan bisa membuat apa yang disebut keturunan yang sesungguhnya. Dia hanya mengumpulkan materi-materi yang ditemukan di luar dirinya, untuk membuat keseluruhan-keseluruhan artifisial, yang bagian-bagiannya tetap asing satu sama lain, juga sesudah dikumpulkan. Karena mesin tidak mempunyai “ada” yang khas, maka dia tidak bisa mengeluarkan dari dirinya suatu “ada” lain yang serupa dengannya dan yang benar-benar berotonomi.
Lebih lanjut lagi, manusia tak hanya mengembangkan, memperbaiki dan memproduksikan dirinya. Dia juga dapat bereaksi atas pengaruh-pengaruh yang diterimanya, keadaan-keadaan yang mengkondisikan eksistensinya. Mesin kelihatannya juga mengadaptasikan dirinya dan dalam beberapa hal tertentu dilakukannya secara mengagumkan. Terhadap apa apa yang mengganggunya, mesin akan bereaksi secara cepat dan rasional sekali. Seperti roket-roket yang dapat mengoreksi sendiri deviasi-deviasi yang mungkin terjadi dalam perjalananya untuk mencapai dengan pasti tujuan ke manapun mereka diluncurkan. Tetapi roket-roket itu mampu melakukan hal itu karena mekanisasi, otomatisasi, dan tidak dengan sadar. Mereka nampaknya berbuat dari dirinya sendiri, tetapi sebenarnya mereka bertindak hanya berkat orang yang mendesain dan menyusun mereka, atau berkat orang yang mempergunakan mereka. Yang lebih penting lagi, harus dicatat bahwa mesin yang paling pandai dan trampil sekalipun tak pernah bekerja bagi dirinya sebagaimana pada mahluk hidup. Mesin selalu adalah semacam instrumen, suatu sarana, suatu alat yang berguna. Tujuannya, secara mutlak, terdapat di luar dirinya. Objektifnya selalu ditentukan oleh suatu realitas lain ialah manusia. Hanya manusialah sesungguhnya yang mampu menentukan sendiri tujuan-tujuannya. Mesin tidak mempunyai tujuan kecuali kalau tujuan itu sudah diprogramkan, walaupun akhirnya pekerjaan yang dilakuakan oleh mesin-mesin akan lebih baik dibandingkan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia

No comments:

Post a Comment