Wednesday, September 24, 2008

Mencermati Konflik!

Begitu banyak konflik telah mewarnai sejarah umat manusia sampai masa kini. Konflik-konflik di berbagai belahan dunia seperti di Palestina, Irak, Afganistan ataupun konflik lokal, seperti tragedi bom Bali, perang Aceh, perang jihad, mau tak mau akan membawa kita pada pertanyaan mendasar: Apakah manusia belum puas dan tidak mau belajar dari sejarah hitam masa lalunya sendiri? Bagaimana pahitnya PD I dan PD II bila ternyata sekarang ini manusia mulai lagi dengan konflik-konflik yang baru?

Kisah purba Kain dan Habel rupanya semakin mewujud menjadi bentuk-bentuk konflik yang lebih besar dan kompleks. Konflik-konflik ini seperti menjadi bagian dari hidup yang tidak bisa dielakkan dan dihindari. Memang manusia mencoba belajar dari pengalaman-pengalaman pahit itu, tetapi tampaknya manusia tak pernah jera untuk menciptakan konflik baru lagi.

Heran-Refleksi-Eksplorasi
Apa sebenarnya konflik itu? Konflik adalah ketegangan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih, entah dalam berpendapat atau kepentingan. Konflik ini bisa bersifat kecil saja antarpribadi, tetapi juga bisa menjadi perang besar.
Gabriel Marcel dalam refleksi filosofisnya menjawab persoalan dasar konflik ini. Pemikiran refleksifnya membangun sebuah metode yang berangkat dari kehidupan menuju ke taraf pemikiran, lalu turun lagi ke kehidupan. Metode itu terdiri dari tiga langkah. Pertama, mengagumi dan heran (admiration) akan situasi kita sendiri. Caranya adalah mau terbuka dan mau menerima realitas yang mewahyukan diri kepada kita. Ketidakmampuan orang untuk membuka diri jelas tidak akan menumbuhkan dalam dirinya kemungkinan untuk kagum dan heran. Kedua, refleksi. Ada dua jenis refleksi. Refleksi pertama cenderung memecahkan, mengkotak-kotakkan kesatuan pengalaman yang dialami manusia. Subjek dilepaskan dari situasi konkret. Refleksi ini sangat berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahayanya, kalau cara berpikir ini menjadi eksklusif dan terlalu dominan. Maka perlulah refleksi kedua, partisipasi. Refleksi ini menerjunkan kembali manusia dari dunia ide-ide ke dalam dunia yang konkret. Partisipasi membawa sikap kreatif, keterbukaan diri dan bebas. Ketiga, eksplorasi. Dengan mengambil sikap partisipasi terhadap situasi konkretnya, kini terbukalah bagi manusia untuk mengadakan eksplorasi tentang realitas. Dengan cara itu, manusia menjadi mampu untuk menemukan realitas yang aktual.
Bagi Marcel, eksistensi manusia adalah berada-di-dunia. Menurut pendapatnya pengalaman eksistensial yang paling mendasar adalah hubungan manusia sebagai subjek. Maka demi terciptanya suatu hubungan pribadi antara dua subjek atau lebih perlulah pertemuan antarsubjek itu sendiri. Sedangkan pertemuan antarsubjek itu barulah mungkin apabila masing-masing subjek tersebut memakai prinsip partisipasi dalam saling mendekati satu sama lain. Artinya, masing-masing subjek mendekati satu sama lain sebagai misteri.
Hubungan antarpribadi pada gilirannya akan terwujud sempurna dalam cinta. Dalam hubungan cinta aku dan engkau naik ke taraf yang lebih tinggi yaitu menjadi kita. Dalam cinta, aku mengimbau engkau supaya bersatu menjadi kita. Namun kebersamaan dalam cinta itu tidak berlangsung sesaat saja. Kebersamaan cinta menurut kodratnya harus berlangsung terus. Maka perlulah kesetiaan. Merosotnya hubungan terjadi bilamana salah satu pihak mulai memasang berbagai macam penilaian terhadap pihak lainnya. Ikatan persekutuan antarsubjek yang dibangun atas dasar cinta akan mencapai puncaknya. Dalam hubungan ini setiap pihak yang terlibat merasakan dan mengalami kehadiran bersama.
Gagasan dasar Marcel di atas seringkali digunakan dalam menyikapi orang-orang yang terlalu menganggap dirinya menjadi pusat. Untuk itu Marcel mencoba mengajak orang tersebut untuk sadar bahwa: 1) Aku mengenali diriku sebagai manusia jika hanya dalam relasiku dengan orang lain. 2) Aku bukanlah pusat dari segalanya. 3) Adanya aku bukanlah karena aku sebagai pusat segalanya melainkan karena aku menjadi bagian dari orang lain dan mengakui eksistensi seseorang. 4) perlunya keterbukaan hati.

Mencermati Konflik
Fokus yang begitu tajam telah disampaikan oleh Gabriel Marcel dalam membahas hubungan antarpribadi. Betapa pentingnya keselarasan dan keserasian karena manusia hidup selalu bersama dengan orang lain. Tidak mungkin manusia hidup sendirian. Pijakan yang begitu kokoh, yang disampaikan oleh Marcel dalam metodenya ini membawa kita memahami kehidupan kita secara konkret. Dewasa ini kita sungguh membutuhkan dunia damai tanpa konflik. Sudah banyak yang terluka karena konflik. Semakin banyak orang putus asa dan tidak berpengharapan karena mempertanyakan mau kemanakah sebenarnya dunia ini, bagaimanakah mutu manusia ini, apakah masih bermartabat ataukah tidak lagi? Maka, sikap yang ditawarkan Marcel untuk menjunjung kembali martabat manusia adalah suatu upaya untuk memanusiakan lagi manusia.
Konflik bukanlah suatu jalan untuk memecahkan masalah, karena memang akan menghina martabat manusia sendiri dan ke-Mahadaulat-an Allah sebagai pencipta manusia yang di hadapan-Nya semuanya adalah sama. Maka, dalam kondisi apapun, dan situasi bagaimanapun manusia tidak boleh dikorbankan. Setiap manusia harus ditempatkan sebagai subjek bukanlah sebagai objek. Dengan kata lain, manusia harus selalu ditempatkan sebagai tujuan pada dirinya sendiri.

No comments:

Post a Comment